#3 Siap Sabuk Pengaman

Tulisan ini sebenarnya Saya kirim untuk mojok.co, tapi belum diterima sama my luv. Yo wis tak muat di sini saja.

Berkendara di Indonesia, mau tidak mau, harus diakui sebagai hal yang semrawut. Banyak peraturan yang sebenarnya hadir untuk membuat penggunanya aman. Sayangnya sebagian besar masyarakat masih belum sadar sampai bahaya menghampiri. Parahnya lagi, walau pernah terkena atau menjadi saksi atas satu kecelakaan pun masih belum tentu membuat kita-kita ini kapok.

Keluarga saya sebenarnya termasuk yang peduli soal peraturan berlalulintas. Pak Suami cukup keras soal keharusan mengenakan helm kemanapun kami pergi dengan motor demi keamanan, bukan karena takut ditilang polisi. Lain ceritanya ketika berkendara dengan  mobil. Seperti orang kebanyakan, kami hanya mengenakan sabuk pengaman ketika duduk di muka, yang artinya hanya dua penumpang saja. Penumpang yang duduk di kursi belakang seolah tidak wajib mengenakannya. Tidak ada aturan pakem bagaimana seharusnya duduk di belakang, boleh duduk dengan gaya kaku, kaki bersila, dipangku, sampai rebahan. Sabuk pengaman tinggal hiasan.

Anak-anak kami tidak terbiasa mengenakan sabuk pengaman, apalagi mengenal yang namanya infant car seat (kursi penumpang khusus balita yang bisa dilepas-pasang). Kalau naik mobil, mereka terbiasa dipangku. Bahkan anak pertama Saya sering bolak-balik di antara bangku depan dan belakang selama perjalanan. Tidak ada yang melarang anak-anak dengan tegasnya. Kami hanya memaklumi, membolehkan, dan memarahi mereka sebentar. Kami mengabaikan bahwa sabuk pengaman sangat penting untuk setiap penumpang mobil dimanapun mereka duduk, bahkan untuk anak-anak.

Sampai suatu waktu kami pindah ke Melbourne. Selama berada dalam pesawat, anak-anak uring-uringan setiap kali harus memakai sabuk pengaman. Mbak Pramugari sampai selalu mengingatkan Saya dan anak-anak, karena memang cuma kami yang palling ribut soal sabuk. Saya yang biasanya tidak pernah naik pesawat dengan kondisi heboh seperti itu hanya bisa pasrah dan berharap bertahan hingga pesawat sampai tujuan. Ternyata hal ini hanyalah permulaan.

Setibanya di Melbourne kami masih harus berurusan dengan sabuk pengaman. Saya harus berpisah dengan anak-anak begitu duduk di kursi penumpang mobil. Syukurlah Kangmas, si anak pertama yang biasanya jago menangis, anteng saja duduk di infant car seat sambil melihat pemandangan. Sayangnya hal berbeda terjadi pada Adek. Anak saya yang belum genap sepuluh bulan itu menangis sepanjang jalan hingga terbatuk-batuk dan wajahnya memerah. Saya tidak dapat berbuat apa-apa, karena kalau permintaan si anak dituruti, bisa jadi Saya kena denda jutaan rupiah.

Melbourne adalah salah satu kota dengan peraturan lalu lintas yang ketat. Hampir tidak ada yang bisa menghindar dari hukuman jika melanggar. Salah ya salah, kena denda ya kena denda. Termasuk masalah sabuk pengaman tadi.

Menurut vicroads.vic.gov.au,situs informasi tentang peraturan lalu lintas di negara bagian Victoria, setiap penumpang dalam mobil wajib mengenakan sabuk pengaman, termasuk bayi sekalipun. Untuk penumpang bayi hingga anak berusia 7 tahun dapat mengenakan infant car seat. Untuk mereka yang berusia lebih tua dapat mengenakan sabuk pengaman yang tersedia dalam mobil. Jikalau melanggar, siap-siap saja untuk terkena denda sebesar 322 AUD (sekitar tiga juta rupiah) atau lebih. Kenakan sabuk pengaman dengan benar ya, jangan asal tempel. Seorang teman pernah terkena denda 400 AUD hanya karena anak balitanya tidak terikat sabuk dengan kencang. Si teman bilang kalau setelah itu dia jadi ngga enak makan karena harus mengeluarkan uang empat juta rupiah. Ya jelaslah pahit rasanya!

Jadi Saya punya usul untuk kalian yang akan mengunjungi di Melbourne dan kota lain yang memiliki peraturan lalu lintas yang ketat. Pertama, pelajari peraturan lalu lintas di kota terkait. Meskipun sama secara umum, namun terkadang ada peraturan dengan kisaran denda yang berbeda tergantung kebijakan pemerintahnya. Lalu kalian bilang gini, “Aku ngga akan naik mobil. Aku hanya akan naik angkutan umum atau jalan kaki.” Hey, hal ini tidak hanya berlaku untuk pengguna kendaraan lho, tapi juga pejalan kaki. Setiap orang yang melanggar lalu lintas pasti akan terkena denda termasuk pejalan kaki yang suka menyeberang sembarangan.

Kedua, bagi yang berencana mengendarai mobil, ingat sabuk pengaman bagi semua penumpang tanpa pengecualian. Kalau anak belum terbiasa dengan sabuk pengaman bagaimana? Berikan mainan atau video kesukaannya selama ia terikat dengan tali sabuk. Kalau nangis sepanjang perjalanan, harus tahan kuping dan perasaan sampai tujuan. Ya mau ngga mau harus mau sih, daripada kena denda yang  bikin ngga enak makan.

Ketiga, ingat pepatah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Jangan sampai kejumawaan membuat kita tidak mau disiplin di negeri orang. Bersikaplah yang baik agar bangsa lain menghargai kita dengan baik pula.

Lalu ada yang berkomentar begini, “Saya ngga akan pergi kemana-mana ini, ngga perlu juga repot-repot belajar rambu-rambu sampai segitunya.” Ya ngga boleh seenaknya juga sih, mentang-mentang lalu lintas di kampung kita ngga terlalu ketat. Eh tapi terserah sih, Saya ngga harus ngurusin orang lain kan? Begini saja, tertibnya berlalulintas dihasilkan dari pengguna jalan yang bertanggung jawab. Ada yang ngga setuju? Ya sudah hehe.

Balik lagi ke sabuk pengaman. Meskipun termasuk yang jarang mengenakannya, Saya mengakui sabuk pengaman adalah salah satu hal efektif untuk mencegah kecelakaan. Dahi si Kangmas pernah terluka karena terbentur dashboard ketika ia duduk di kursi depan mobil. Lukanya berdarah sedikit, namun butuh dua minggu untuk benar-benar menyembuhkannya. Setelah sembuh pun masih tersisa bekas luka berwarna putih.

Itulah sedikit pengalaman yang Saya dapatkan. Mari sama-sama belajar tertib berlalulintas. Selamat liburan, selamat dan aman dalam berkendara!

1 comment:

  1. Wkwk. Abis 4 jeti xD kalo fi sana apa denda hanya untuk aturan tertentu? Kalau soal parkir gimana mba? Seingetku parkir di luar negeri mahal. Apalagi kalo di tempat umum yang akses wisata atau dekat pinggir jalan gitu. Nungguin ceritanya dong

    ReplyDelete